Kerja Sama Hubungan Ekonomi di Tengah Perang Dagang
Tuesday, April 17, 2018
Terjalinnya suatu keeratan hubungan bilateral yang terjadi antar dua negara raksasa Asia, di tengah sengitnya perang dagang antar AS
dan Cina. Diawali dengan Presiden AS, Donald
Trump yang secara tidak langsung mendeklarasikan ‘perang dagang’ dengan
negara tirai bambu itu. Dengan motif pencurian kekayaan intelektual AS oleh negara
Cina. Menurut Trump pemerintahan Cina
telah melakukan pencurian kekayaan perusahaan-perusahaan AS, dengan mentrasfer
kekayaan intelektual mereka sebagai ganti biaya melakukan bisnis di Cina. Trump
ingin memberi tarif impor yang besar kepada Cina atas apa yang mereka lakukan
pada pebisnis Amerika Serikat.
Mengetahui hal itu presiden Cina Xi Jinping-pun, melakukan counter attack
kepada Trump dengan mengumumkan bea masuk tarif impor barang produksi AS
sebesar 20-25 %. Dimulailah perang dagang antar negara adidaya dan negara yang
mempunyai ekonomi terbesar se-Asia itu. Produk AS yang terkena tarif impor di
anatara lain adalah seperti Pesawat, mobil, wiski, daging dan bahan kimia asal
AS. Xi Jinping mengatakan pengenaan tarif tersebut bertujuan mengambil sebesar $50
miliyar tarif produk AS setiap tahunnya.
Dalam tweetannya di twitter Trump Berkata;
Tweet-an tersebut menggambarkan bahwa Trump berpendapat ketika AS telah
kehilangan $500 miliyar, saya tidak boleh kalah. AS telah memliki total defisit
perdagangan senilai $500 miliar dengan pengalihan kekayaan intelektual yang
ditransfer ke negeri Panda itu sebesar $300 miliyar. Bagi Trump ini tidak boleh
berlanjut dan kami harus memberi sanksi. Trump mengumumkan daftar produk cina seperti
produk teknologi, transportasi, produk medis, serta produk robot industrial. Trump juga mengenakan
tarif impor baja sebesar 25 % dan alumunium sebesar 15 %, dimana membuat Jepang
ikut merasakan kesulitan dan dampak negatif dari kebijakan yang dilakukan AS. Karena Negeri Sakura ini memiliki beberapa klien importir baja dan alumunium yang
loyal di AS. Trump juga mengumumkan akan memberi pajak terhadap mobil-mobil Uni
Eropa. Pengenaan Tarif tersebut yaa tidak lain bertujuan untuk memangkas
defisit terjadi dalam neraca perdagangan AS. Dan menurut Si Trump sendiri “Perang dagang itu memang
baik”.
Perang dagang pun terjadi, lempar ancaman tarif yang dilakukan antara
Negara Adidaya dan Negara tembok raksasa itu. Belum lagi AS yang juga memberlakukan tarif
impor alumnium dan besi yang mempersulit kegiatan perekonomian Jepang, walaupun Jepang belum
membalas dengan memberikan ancaman bea impor terhadap produk AS. Ditengah ketegangan perang dagang tersebut, munculah seorang menteri luar negeri Jepang Taro Kono yang melakukan diskusi dengan rekannya dari China untuk mengadakan perbincangan ekonomi
tingkat tinggi antar kedua negara. Di lansir dari Reuters dalam delapan tahun
ini, kedua negara serta kondisi ekonomi di sekitarnya telah sangat berubah.
Bahkan, peran ekonomi kami di kawasan telah meningkat," kata Kono. Dia
juga menyebutkan perlunya memulai kembali relasi bilateral mereka yang
seringkali mengalami konflik karena permasalahan sengketa teritorial.
Kono juga mengatakan "Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Presiden China
Xi Jinping tahun lalu berjanji akan mempererat kembali relasi yang terkadang
sensitif antara kedua negara yang berpengaruh di ekonomi Asia". Kono berharap
hari ini kita bisa mendiskusikan kerja sama yang lebih dekat dan erat, serta
situasi ekonomi kawasan dan global.
Kekhawatiran akan meledaknya perang dagang antara AS dan Cina yang menurut
pengamat ekonomi dapat mengancurkan
pertumbuhan dan perdagangan ekonomi secara global. Membuat Jepang dan Cina
akhirnya melakukan pertemuan dan diantara pertemuan tersebut bertujuan untuk menghindari perang dagang yang dipelopori oleh Trump tersebut. Jepang dan Cina berusaha mengabaikan konflik
masa lalu yang terjadi anatar negara tersebut, demi melakukan kerjasama dan
melakukan pembangunan di Asia tentunya. Kesepakatan untuk memulai lembaran baru
antar kedua negara tersebut tercetus dalam perundingan kemanan hubunganm
bilateral Cina- Jepang. Kedua negara berusaha untuk menghilangkan ego dari
sejarah kedua negara yang banyak berselisih seperti sengketa pulau-pulai kecil, agresi militer ataupn klaim perbatasan lautan. Ya seperti konflik yang sering terjadi di negeri kita tercinta ini dengan
Malaysia.
Mereka bersatu dengan tujuan yang sama, membenahi dan menjaga Pertumbuhan
ekonomi Asia. Memiliki pandangan yang sama bahwa perang dagang akan memberi
dampak bagi kesejahteraan ekonomi internasional. Pada tahun 2015, Beijing menggagas suatu proyek
yang bernama Belt and Road Initiative atau biasa disebut Jalur
Sutra baru. Pertemuan antar Menlu China Liu
Jianchao, dengan Deputi Menlu Jepang
Shinsuke Sugiyama pada tahun 2015 itupun yang memungkinkan terjalinnya kerjasama Jepang
dan Cina dalam proyek Belt and Road
tersebut. Proyek Jalur sutra yang dapat menghubungkan Cina melalui jalur darat
dan laut ke Asia tenggara, tengah, barat,timur, bahkan Eropa dan Afrika. Mengapa Jepang bergabung dengan proyek infrastruktur kebanggaan China itu? Padahal kedua negara memiliki sejarah rumit yang tidak meninggalkan kekurangan ketegangan dan perseteruan di antara mereka, baik di masa lalu maupun saat ini.
Terlibat dengan Belt dan Road Initiative memungkinkan Jepang untuk mencapai beberapa tujuan ekonomi yang penting melalui investasi infrastruktur luar negeri yang lebih besar.“Inisiatif ini juga dapat memotivasi perusahaan Jepang untuk mencari peluang bisnis yang lebih besar di sepanjang rute Belt and Road Initiative.” Jadi enggak heran Jepang memutuskan untuk ambil andil dalam projek senian $ 1 triliun ini, dengan mengesampingkan sejarah konflik antar kedua negara tersebut.
Xi Jinping memaparkan bahwa, Jalur Sutra adalah harapan kami. Melalui pembangunan jalur darat dan laut, kami akan menampilkan kekuatan ekonomi baru untuk pertumbuhan dunia, membangun sarana baru bagi pembangunan global, dan menyeimbangkan globalisasi ekonomi sehingga umat manusia akan bergerak pada jalan yang sama.
Dengan gagasan tersebut Jepang berharap bisa ikut andil dengan harapan, inisiatif ini akan memberi kontribusi pada perdamaian dan kemakmuran regional maupun global, dengan mengadopsi gagasan yang dipegang oleh seluruh masyarakat internasional.
Terlibat dengan Belt dan Road Initiative memungkinkan Jepang untuk mencapai beberapa tujuan ekonomi yang penting melalui investasi infrastruktur luar negeri yang lebih besar.“Inisiatif ini juga dapat memotivasi perusahaan Jepang untuk mencari peluang bisnis yang lebih besar di sepanjang rute Belt and Road Initiative.” Jadi enggak heran Jepang memutuskan untuk ambil andil dalam projek senian $ 1 triliun ini, dengan mengesampingkan sejarah konflik antar kedua negara tersebut.
Xi Jinping memaparkan bahwa, Jalur Sutra adalah harapan kami. Melalui pembangunan jalur darat dan laut, kami akan menampilkan kekuatan ekonomi baru untuk pertumbuhan dunia, membangun sarana baru bagi pembangunan global, dan menyeimbangkan globalisasi ekonomi sehingga umat manusia akan bergerak pada jalan yang sama.
Dengan gagasan tersebut Jepang berharap bisa ikut andil dengan harapan, inisiatif ini akan memberi kontribusi pada perdamaian dan kemakmuran regional maupun global, dengan mengadopsi gagasan yang dipegang oleh seluruh masyarakat internasional.
Perang dagang yang sedang terjadi ini mendapat tanggapan dari praktisi perdagangan yaitu Winter Nie (Direktur regional Asia Tenggara, dari International Institue for Management development). Pria itu berpendapat, saat ini Cina memiliki sebagian besar dari apa yang dibutuhkan AS dan apa yang tidak dapat diperoleh dengan mudah oleh vendor di luar AS. Sementara, Cina sebagai negara yang surplus perdagangan dengan AS, cenderung di atas angin.
Winter Nie menambahkan, Cina merupakan pasar yang gak boleh diabaikan begitu saja oleh AS. Akhir 2015, konsumen Cina telah membeli 131 juta produk iPhone yang hanya sebagian kecil dari ekspor AS. Boeing, produsen pesawat yang mempekerjakan 150.000 pekerja di AS, memperkirakan bahwa Cina akan membeli sekitar 6.810 pesawat selama dua dekade ke depan.
Si Winter Nie juga berpendapat; Cina akan dengan senang
hati memindahkan triliunan dolar mereka dalam pembelian pesawat di masa depan
ke perusahaan Eropa yang telah berinvestasi di Cina. Untuk ponsel, produk lokal
Cina semacam Huawei, HTC serta pabrikan Korea Selatan yaitu Samsung, juga akan
mengisi kekosongan pasar iPhone (AS) dengan segera.
Dan untuk penggunaan kendaraan roda empat, kedepannya akan banyak masyarakat Cina yang mengendarai merek mobil Eropa seperti BMW, Mercedes, dan Lexus. Winter juga mencatat, dampak paling langsung dari perang dagang justru akan dirasakan oleh perusahaan ritel AS seperti Walmart. Sebab, perusahaan yang didirikan oleh Sam Walton itu mengimpor miliaran dollar barang murah asal Cina yang dikonsumsi oleh masyarakat AS.
Menurut pendapat Winter, Cina memiliki kemungkinan besar atas perang dagang yang terjadi ini. Dan ditambah lagi setelah Cina melakukan kerjasama dengan Jepang untuk mempertahankan perekonomian Asia, apakah Trump telah melakukan langkah yang benar mengeluarkan kebijakan tersebut in the first place ? Konflik perekonomian yang menghadirkan suatu peluang baru dan kerjasama
antar suatu negara yang tadinya memiliki ego tinggi dan sejarah konflik serta perseteruan
yang pernah terjadi, ahh...
0 comments