Perokok dalam Perang Antar Pebisnis

Monday, August 28, 2017

Di negara-negara maju angka masyarakat yang merokok menunjukkan penurunan, di Indonesia entah mengapa justru selalu mengalami kenaikkan, 60 % laki-laki di Indonesia merupakan perokok ini merupakan laporan dari WHO. Masalahnya penduduk di negara yang masih berkembang ini banyak yang berpendapatan rendah dan 20% dari gajinya, di bakar untuk membeli rokok. Sehingga Indonesia merupakan bisa di bilang surga untuk produsen-produsen rokok dunia, mereka memiliki pembeli yang setia di negara ini. Hmm kalau terus di biarkan angkanya tinggi, angka kesehatan masyarakat juga bisa menurun. Masyarakat yang terkena peyakit akibat rokok dan kematian akibat tembakau dari perusahaan-perusahaan asing itu terus meingkat…sementara mereka terus bertambah kaya, namun masyarakat miskin negara ini semakin memburuk kesehatannya. Ya bukan gara-gara mereka yang jual rokok, tapi karena mereka sendiri yang memutuskan kenapa membeli rokok? padahal pedapatannya rendah..malah nambah miskin, apalagi kalau sudah sakit biaya kesehatan-kan ndak murah yo gak sih.


Dilemanya mungkin adalah perusahaan rokok-rokok tersebut sangat berkontribusi untuk negara. Seperti contohnya saja rokok merupakan penyumbang biaya cukai terbesar, PT HM Sampoerna. Tbk dan PT Gudang Garam Tbk, merupakan 2 perusahaan rokok yang memberi sumbangan dana terbesar. Pemerintah memberikan penghargaan atas kepatuhan stakeholder mereka dalam membayar setoran cukai. Belum lagi CSR yang di terapkan oleh para perusahaan rokok, sangat berkontribusi besar. Membangun infrastruktur kampus, membuat perpustakaan dan berbagai CSR lainnya yang membantu di bidang pendidikan negara ini, sungguh dilema kan jadi pemerintah?  Banyak masyarakat yang merokok dan mendukung kegiatan penjualan rokok disisi lain ada pula masyarakat yang terganggu akan kehadiran rokok, dan melakukan kampanye anti rokok dan untuk memberhentikan penjualan rokok. 



Berawal dari regulasi WHO dalam FCTC (Framework Convetion Tobacco Control), menjelaskan untuk membatasi peredaran rokok dan produksi serta konsumsi rokok diseluruh dunia. WHO mengucurkan dana yang sangat besar demi membatasi peredaran rokok, mereka mendanai institusi kesehatan, ikatan kedokteran dan berbagai LSM. Nah, di Indonesia ormas besar seperti Muhammadiyah juga mengkapanyekan antirokok ini,mereka pernah mengeluakan fatwa bahwa merokok itu HARAM. Tentunya opini tersebut tidak semua di terima oleh masyarakat-masyarakat muslim disini. Banyak muslim yang membenarkan fatwa tersebut, karena memang di Quran di jelaskan segala sesuatu yang membuat rusak atau kerugian pada tubuh kita adalah haram. Tapi banyak juga yang tidak setuju dengan fatwa tersebut. Iya muhammadiyah menerima dana dari WHO juga mengenai kampanye anti rokok ini, sehingga munculah fatwa tersebut dan ormas tersebut menjadi pendukung kampanye anti rokok tersebut. Gerakan anti rokok terus berkembang di masyarakat, seperti mahasiswa yang banyak berkoar mengenai bagaimana rokok sangat tidak berguna dan hanya merusak masyarakat. Tapi terkadang aku juga heran di saat yang bersamaan mereka tetap mengincar beasiswa pendidikan yang di sediakan oleh perusahaan penyedia racun yang mereka benci itu, beasiswa Djarum, beasiswa putra sampurna you named it. Mbok kalo membenci iku yang konsisten talah.

Shamelessly making smoking look glamorous

Yang ini mungkin hanya pendapat pribadiku saja sih, tapi menurutku di Indonesia rokok menjadi sebuah kebutuhan pokok mereka para perokok. Mereka harus merokok setelah selesai makan, seperti halnya mereka harus minum setelah menelan makanan. Di negara ini mungkin beberapa memiliki pandangan bahwa merokok itu sesuatu yang keren untuk dilihat, kalau tidak merokok dirasa ada yang kurang. Sementara di negara maju lainnya, menurutku mereka memandang rokok hanya sebagai life style (bukan kebutuhan pokok), mereka merokok ketika saat nongkrong bersama-sama teman atau ketika berada dalam acara saja.. atau dalam dunia kerja mereka merokok ketika sedang bernegosiasi dengan partner kerjanya. Di negara kita merokok dijadikan sebagai kebutuhan pokok bahkan setiap hari iku ya kudu ngerokok, tangi turu, ndek kamar mandi atau abise mangan. Berbeda di negara maju, yang menjadikan rokok sebagai alat dalam pergaulan sehari-hari saja jika di butuhkan, bukan untuk kebutuhan pokok mereka sabendino.

Ini semua tentang bisnis dan perang antara pebisnis


Ketika banyak masyarakat yang menderita karena rokok, kesehatan mereka menurun, polusi yang di timbulkan perokok yang menggangu. Lalu mereka melakukan aksi demo agar harga rokok bisa di tinggikan agar pembelinya berkurang, biar yang miskin ga mampu beli atau malah yang miskin malah tetep maksain beli dan justru membuat mereka makin miskin. Dilemanya adalah bagaimana mungkin ketika nanti benar bahwa perusahaan rokok bisa tutup suatu saat karena harganya dinaikan atau biaya cukainya dinaikan… berapa banyak masyarakat yang akan kehilangan pekerjaan? Buruh rokok yang jumlahnya ribuan, para petani tembakau? Bagaimana nasib mereka..iya dilemanya ketika berjuang untuk memperjuangkan kebaikan disisi lain ada suatu kelompok yang akan sengsara.

WHO terus mendanai berbagai institusi-institusi tertentu di seluruh negara, demi mengurangi jumlah perokok, mempertinggi gerakan anti rokok dan demi kesehatan manusia di dunia visinya. Apakah benar tujuannya seperti itu? Hanya demi kegiatan amal dan kesehatan manusia?.. yaa mungkin benar, tapi WHO juga memiliki tujuan lain. Ini adalah awal perang besar antara pelaku bisnis, perang antara siapa? Perusahaan Farmasi multinasional dengan perusahaan Rokok diseluruh dunia. Sebut saja perusahaan farmasi seperti Pharmacia & Upjohn dan Johnson & Johnson mereka mendanai WHO mengucurkan dana jutaan dollar untuk menghentikan peredaran rokok dan konsumsinya. Perusahaan farmasi melawan perusahaan rokok, anti rokok akan terus digenjarkan rokok dipropagandakan merusak kesehatan penyebab kematian tertinggi, membakar uang, merusak mental anak-anak di bawah umur dll. Maka perusahaan rokok akan mengalami penurunan penjualan, pelanggannya berkurang namun harus membayar cukai yang tinggi, sehingga perusahaan tersebut terpaksa harus tutup. Dan yan perusahaan farmasi menang!! Pharmacia Upjohn menjual permen karet nikotin, koyok transdermal, semprot hidung, dan obat hirup. Novartis menjual koyok habitrol. Sedangkan Glaxo-Wellcome menjual zyban sebagai pengganti rokok.

Menurut M Abduh Baraba, CEO sisiusaha network, Industri farmasi sangat getol mendukung kampanye anti-rokok. Mereka menawarkan produk-produk yang membantu orang untuk berhenti merokok. Pada 2015, mereka mencetak penjualan hingga lebih enam miliar dolar dan diprediksi akan terus meningkat di tahun-tahun setelahnya.

Yaaa bagi masyarakat Indonesia yang 60%nya merupakan perokok, mungkin nanti dimasa depan mereka akan berhenti merokok, tapi sebagai gantinya akan membeli permen pengurang kecanduan nikotin yang di produksi perushaan farmasi multinasional itu. Dan uang kita sekarang berpindah ke perusahaan asing lain yaitu perusahaan farmasi tersebut. Ahh untung aku tidak merokok jadi duit ku tidak akan masuk untuk perusahaan rokok atau perusahaan farmasi ituu,,,untuk nikah sajalah lah yaa. Itu mungkin lebih baik ..

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Search This Blog